Peringatan Hari Pendidikan Nasional yang
diselenggarakan setiap tanggal 2 Mei tidak semata-mata dimaksudkan untuk
mengenang hari kelahiran Ki Hajar Dewantara selaku Bapak Perintis
Pendidikan Nasional, namun Iebih merupakan sebuah momentum untuk makin
memperkokoh kesadaran dan komitmen bangsa akan pentingnya pendidikan
bermutu bagi masa depan bangsa.
Dalam rangka memperkokoh
kesadaran dan komitmen bangsa akan pentingnya pendidikan bermutu bagi
masa depan bangsa, serta mewujudkan misi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Tahun 2010-2014 sekaligus menginformasikan hasil kebijakan
dan mengapresiasi pelaku pendidikan yang berprestasi, maka perlu
dilaksanakan peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2014.
Oleh
karena itu, guna merealisasikan hal tersebut, upacara bendera dalam
rangka peringatan Hari Pendidikan Nasional bisa menjadi suatu hal yang
sangat mendasar bagi kita untuk dilaksanakan.
TUJUAN
Memperkuat komitmen seluruh pemangku kepentingan pendidikan tentang
pentingnya lstrategisnya pendidikan bagi peradaban dan daya saing
bangsa.
Mengkomunikasikan / mensosialisasikan kebijakan dan hasil-hasil pembangunan pendidikan nasional.
SASARAN
Semua karyawan di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
beserta unit kerja di daerah, institusi pendidikan formal, serta para
Pemangku Kepentingan Pendidikan Iainnya.
TEMA
Tema peringatan Hardiknas Tahun 2014 adalah “PENDIDIKAN UNTUK PERADABAN INDONESIA YANG UNGGUL”
PELAKSANAAN UPACARA
Kegiatan upacara bendera dilaksanakan oleh seluruh instansi / unit
kerja di pusat, luar negeri, daerah, termasuk sekolah / madrasah baik di
lingkungan pembinaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan
Kementerian Agama.
SUSUNAN ACARA
1. Pembina Upacara memasuki lapangan upacara;
2. Penghormatan kepada Pembina Upacara, dipimpin oleh Pemimpin Upacara;
3. Laporan Pemimpin Upacara;
4. Pengibaran Bendera Merah Putih diiringi Iagu kebangsaan Indonesia Raya dinyanyikan bersama;
5. Mengheningkan Cipta dipimpin oleh Pembina Upacara;
6. Pembacaan Pancasila diikuti oleh seluruh Peserta Upacara;
7. Pembacaan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945;
8. Pembacaan Keputusan Presiden R.I. tentang Penganugerahan Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya (iika ada);
9. Penyematan Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya (jika ada);
10. Amanat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan oleh Pembina Upacara;
11. Menyanyikan Iagu perjuangan (Bagimu Negeri /Satu Nusa Satu Bangsa / Syukur);
12. Pembacaan Do'a;
13. Laporan Pemimpin Upacara kepada Pimbina Upacara;
14. Penghormatan kepada Pembina Upacara, dipimpin oleh Pemimpin Upacara;
15. Pembina Upacara meninggalkan tempat upacara;
16. Upacara Bendera selesai, barisan dibubarkan.
Ratu aliyah Blog
Selasa, 13 Mei 2014
Selasa, 06 Mei 2014
Hari Kartini & Sejarahnya (21 April)
Artikel ini ditulis bertepatan dengan Hari Kartini yang diperingati setiap tahun pada tanggal 21 April.
Raden Adjeng Kartini adalah salah satu
tokoh pahlawan wanita Indonesia yang lahir di Jepara pada tanggal 21
April 1879. Kartini atau yang juga sering dikenal dengan R.A. Kartini
merupakan seorang pelopor kebangkitan kaum wanita di Indonesia,
khususnya kaum pribumi.
Biografi Kartini
Kartini lahir dari keluarga kaya raya,
merupakan putri dari bangsawan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat yang
juga menjabat sebagai seorang bupati di Jepara pada masa itu. Ibu
Kartini bernama M.A. Ngasirah yang bukan merupakan istri utama dari R.M
Adipati Ario Sosroningrat. Ayah Kartini pada awalnya bekerja sebagai
seorang wedana di Mayong yang (pada masa itu) masih harus menuruti
undang – undang kolonial Belanda berupa adanya peraturan pernikahan
antara bupati dengan bangsawan.
R.A. Kartini adalah anak kelima dari
sebelas bersaudara kandung dan tiri, juga merupakan anak perempuan
tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV menjabat sebagai bupati
pada usia yang muda, yaitu 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono
merupakan seorang yang pandai dalam sastra bahasa. Kartini kecil
menuntut ilmu di ELS (Europese Lagere School), sebuah sekolah
yang didirikan oleh kolonial Belanda pada masa itu. Ditempat inilah R.A
Kartini mempelajari bahasa Belanda. Namun Kartini hanya bersekolah
hingga usia 12 tahun, karena pada masa itu, seorang perempuan harus
tinggal dirumah setelah menginjak usia yang memungkinkan untuk dipingit.
Karena kemampuan Kartini dalam berbahasa
Belanda, Kartini melanjutkan pelajarannya dirumah dengan banyak membaca
surat kabar De Locomotief yang beredar harian di Semarang pada masa
itu. Selain surat kabar, Kartini juga gemar membaca majalah kebudayaan,
ilmu pengetahuan, majalah wanita yang diterbitkan dalam edisi Belanda.
Dari kegemarannya membaca, Kartini mulai mencoba untuk menulis. Ide
tulisannya seringkali dikirimkan ke media surat kabar untuk dimuat,
salah satunya ke harian De Hollandsche Lelie. Kartini pun mulai memiliki
sahabat pena. Ia seringkali menulis surat kepada sahabat
surat-menyuratnya yang ada di Belanda, seperti Rosa Abendanon yang
banyak memberi dukungan dan masukan kepadanya.
Beberapa buku yang memiliki isi yang
cukup ‘berat’ yang dibaca oleh Kartini antara lain Max Havelaar,
Surat-Surat Cinta karya Multatuli, De Stille Kraacht, Die Waffen, dll.
Kartini juga gemar membaca buku – buku sosial, politik, roman, wanita,
dan pengetahuan dari penulis – penulis terkenal pada masa itu seperti,
Louis Coperus, Van Eeden, Augusta de Witt, Goekoop de-Jong, Van Beek,
Berta Von Suttner, dll.
Dari kebiasaan membaca dan tukar pikiran
dengan wanita – wanita barat, Kartini mulai tertarik dengan pola pikir
wanita eropa pada saat itu. Membandingkan dengan wanita pribumi pada
saat itu, strata wanita pribumi masih tergolong sangat rendah dan jauh
dibandingkan dengan wanita eropa.
Hal inilah yang mendorong R.A Kartini
untuk memajukan status wanita pribumi. Keinginannya tidak semata hanya
memajukan strata atau derajat wanita pada masa itu, namun juga yang
berhubungan dengan masalah sosial. Perhatiannya adalah memperjuangkan
hak wanita agar memiliki kebebasan, otonom juga perlakuan hukum yang
sama dalam masyarakat.
R.A Kartini menikah dengan K.R.M Adipati
Ario Singgih Djojo Adhiningrat, seorang bupati Rembang yang pernah
menikah 3x, pada tanggal 12 November 1903 pada usia ke-24. Oleh karena
cita – citanya, suaminya memberi kebebasan kepada Kartini untuk
melaksanakan fokus dan tujuannya semula.
Setelah itu, Kartini mulai
merealisasikan mimpinya untuk memajukan wanita dengan mendirikan sekolah
wanita yang terletak di sebelah timur pintu gerbang kantor bupati
Rembang (kini menjadi Gedung Pramuka).
R.A. Kartini melahirkan anak pertama dan
terakhirnya, RM Soesalit Djojoadhiningrat pada tanggal 13 September
1904. Kartini meninggal beberapa hari kemudian pada tanggal 17 September
1904 pada usia yang sangat muda, yaitu 25 tahun dan dikebumikan di Desa
Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Perjuangan Kartini tidak berhenti sampai
disana, karena Yayasan Sekolah Kartini mulai didirikan dibanyak tempat,
seperti di Semarang pada tahun 1912, diikuti di Surabaya, Cirebon,
Yogyakarta, Madiun, Malang dan wilayah lainnya yang tersebar di
Nusantara. Adapun tokoh yang turut membantu pembangunan sekolah Kartini
tersebut adalah seorang tokoh olitik etis Belanda yang bernama Van Deventer.
Hari Kartini & Sejarahnya (21 April)
Hari Kartini pertama kali diresmikan
sebagai salah satu hari nasional oleh Presiden pertama RI, Soekarno
Hatta berdasarkan Kepres RI no.108, tanggal 2 Mei 1964 serta menetapkan
R.A Kartini sebagai salah satu pahlawan wanita di Indonesia. Hari
Kartini ditetapkan pada tanggal 21 April sesuai dengan hari kelahiran
Kartini.
Kebesaran nama Kartini dan cita-citanya
diabadikan menjadi nama jalan yang bukan saja terdapat di Indonesia,
tetapi juga di negara Belanda dengan nama R.A Kartinistraat, seperti di Ultretch, Venlo, Amsterdam Zuidoost, Bilmer (ditulis dengan lengkap jl. Raden Ajeng Kartini), Haarlem. Nama Kartini juga dijadikan sebagai nama jalan di Jakarta Pusat.
Beberapa Buku Karangan R.A Kartini
Habis Gelap Terbitlah Terang (1922)
Merupakan kumpulan surat R.A Kartini
selama berkoresponden dengan sahabat penanya di Belanda. Diterbitkan
kembali dalam format baru pada tahun 1938 yang diterjemahkan oleh Armijn
Pane. Buku ini berisi 87 surat yang ditulis R.A Kartini yang disusun
sedemikian rupa.
Beberapa buku berikut juga merupakan
buah pemikiran R.A Kartini yang dikumpulkan dari surat – surat Kartini
kepada teman koresponden nya di Belanda maupun ide pikirannya di surat
kabar. Sebagian besar merupakan kompilasi yang dibukukan kembali oleh
penulis sastra dan pengarang.
Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya
Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904
Langganan:
Postingan (Atom)